Apakah saat ini Indonesia menganut Sistem Ekonomi Neo-Liberal. ?
Neoliberalisme adalah paham Ekonomi yang mengutamakan sistem Kapitalis Perdagangan Bebas, Ekspansi Pasar, Privatisasi/Penjualan BUMN, Deregulasi/  Penghilangan campur tangan pemerintah, dan pengurangan peran negara dalam layanan sosial (Public Service) seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Neoliberalisme dikembangkan tahun 1980 oleh IMF, Bank Dunia, dan Pemerintah AS (Washington Consensus). Bertujuan untuk menjadikan negara berkembang sebagai sapi perahan AS dan sekutunya/MNC.Sistem Ekonomi Neoliberalisme menghilangkan peran negara sama sekali kecuali sebagai “regulator” atau pemberi “stimulus” (baca: uang negara) untuk menolong perusahaan swasta yang bangkrut. Sebagai contoh, pemerintah AS harus mengeluarkan “stimulus” sebesar US$ 800 milyar (Rp 9.600 trilyun) sementara Indonesia pada krisis monter 1998 mengeluarkan dana KLBI sebesar Rp 144 trilyun dan BLBI senilai Rp 600 trilyun. Melebihi APBN saat itu. Sistem ini berlawanan 100% dengan Sistem Komunis di mana negara justru menguasai nyaris 100% usaha yang ada. Sistim ekonomi Neo Liberal di Indonesia adalah sistim yang tidak pernah  berpihak kepada kaum lemah. Sistim ini dirancang untuk semakin  memperkaya mereka yang sudah kaya, sebaliknya, semakin memiskinkan  mereka yang miskin, atau minimal menjadikan mereka "object" untuk  memperkaya yang kaya.
Mari kita lihat penanganan kondisi ekonomi indonesia saat ini.
Ekonomi neoliberal lahir didasari pemikiran Konsensus Washington.,dengan resep stabilisasi, privatisasi, dan liberalisasi.
Ekonomi  neoliberal merupakan istilah bagi paket kebijakan yang mendorong  kecepatan keterbukaan negara-negara berkembang dengan perjanjian utang  dan investasi.Privatisasi  disebabkan oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam negara itu  sendiri maupuan faktor yang berasal dari luar. 
Kondisi  privatisasi di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh faktor yang  berasal dari tekanan luar, baik dalam bentuk tekanan-tekanan  ekonomi(pemberian pinjaman) maupun dengan tekanan politik.
Karena  itu privatisasi di Indonesia lebih tepat disebut sebagai Piratisasi (  perampokan) karena dijual dengan harga yang amat murah.
Inilah 36 Perusahaan yang telah diprivatisasi (Ini baru ditahun 2008, belum termasuk tahun 2004,2005,2006, 2007 ):
1. PT Asuransi Jasa Indonesia,
2. Bank Tabungan Nasional,
3. Jakarta Lloyd,
4. Krakatau Steel,
5. Industri Sandang,
6. PTB Inti,
7. Rukindo,
8. Bahtera Adi Guna,
9. PT Perkebunan Nusantara III,
10.PT Perkebunan Nusantara IV,
11.PT Perkebunan Nusantara VII,
12.Sarana Karya.
13.Semen Batu Raya,
14.Waskita Karya,
15.Sucofindo,
16.Surveyor Indonesia,
17.Kawasan Berikat Nusantara,
18.Kawasan Industri Medan,
19.Kawasan Industri Makasar,
20.Kawasan Industri Wijaya Kusuma,
21.BNI Persero,
22.Adhi Karya,
23.Pembangunan Perumahan (melalui IPO),
24.Kawasan Industri Surabaya,
25.Rekayasa Industri.
26.PT Dirgantara Industri,
27.Boma Vista,
28.PTB Barata,
29.PTB Inka,
30.Dok Perkapalan Surabaya,
31.Dok Perkapalan Koja Bahari,
32.Biramaya Karya,
33.Yodya Karya,
34.Kimia Farma dan Indo Farma (keduanya mau merger),
35.PT Kraft Aceh, dan
36.Industri Kapal Indonesia.
Ketidakadilan
Ketidakadilan  agraria di Indonesia telah berlangsung lama. Bahkan hampir seumur  Undang-Undang Agraria Nomor 5 Tahun 1960 itu sendiri. Semangat keadilan  agraria yang dirumuskan pendiri bangsa dalam UUD 1945 telah  diselewengkan rezim berkuasa.  Hasilnya, menurut Kepala Badan Pertanahan  Nasional, 
1.56  ( lima puluh enam ) persen aset yang ada di Tanah Air, baik berupa  properti, tanah, maupun perkebunan, dikuasai hanya oleh 0,2 persen  penduduk Indonesia (www.ugm.ac.id).
Penguasaan segelintir orang atas sumber-sumber agraria makin nyata jika dilihat berdasarkan sektor pembangunan. 
2.Pemerintah  telah memberikan 42 juta hektar hutan kepada 301 perusahaan hak  pengusahaan hutan dan 262 unit perusahaan hutan tanaman industri  (Kementerian Kehutanan 06/09).
3. 35 persen daratan Indonesia diizinkan untuk dibongkar oleh industri pertambangan. 
4.Hhingga  Juni 2010 pemerintah telah memberikan 9,4 juta hektar tanah dan akan  mencapai 26,7 juta hektar pada 2020 kepada 30 grup yang mengontrol 600  perusahaan. 
Luas itu setara dengan tanah yang dikuasai oleh 26,7 juta petani miskin jika setiap petani memiliki tanah 1 hektar. .
5.Jika  dikelompokkan, perusahaan yang menguasai lebih dari 50 persen tanah  republik ini tidak sampai 500 grup, baik perusahaan nasional maupun  asing. Akibatnya, kekuatan ekonomi dan politik negeri ini berpusat dan  dikendalikan oleh segelintir orang.
6. Sebanyak 85,4 persen dari 137 konsesi minyak dan gas kita dikuasai oleh asing. 
Penguasaan asing di sektor pertambangan, perkebunan, dan perikanan juga meningkat.
Ironisnya, eksploitasi berlebihan terhadap alam dilakukan demi memenuhi kebutuhan konsumsi negara lain.
7.Batu bara sebagai misal; 82,52 persen dari 246 juta ton batu bara Indonesia diekspor. 
Bandingkan  dengan China yang memproduksi 2.761 juta ton dan hanya mengekspor 1,7  persen. Sisanya, 98,3 persen, digunakan untuk kepentingan domestik  (World Coal Institute, 2008).
8.Produksi  industri kehutanan, perkebunan, dan kelautan kita juga untuk  mendongkrak neraca ekspor Indonesia. Meningkatnya volume ekspor bahan  mentah ini kemudian dinyatakan sebagai keberhasilan ekonomi pemerintahan  SBY. Padahal, pengerukan alam yang berlebihan itu, selain tak berhasil  menyejahterakan rakyat, juga telah mengancam keselamatan rakyat karena  memicu bencana ekologis yang tingkat kejadiannya terus meningkat dari  waktu ke waktu.




