Etika Mengumpulkan Harta
Berikut ini merupakan kutipan dari makalah mata kuliah Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi yang disusun bersama Abdul Badruddin, Hasanudin, dan Khairunnisa pada tahun 2008.Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan cara yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka kabarkan kepada mereka tentang azab yang pedihAyat ke-30 dan ke-31 surah At-Taubah menceritakan tentang sikap kebanyakan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan para alim mereka sebagai tuhan selain Allah. Sementara ayat ke-34 di atas menceritakan bahwa selain mereka tidak pantas menjadi tuhan, mereka juga tidak pantas menjadi pemimpin. Banyak dari mereka yang menyembunyikan bukti-bukti ajaran Musa dan Yesus a.s. demi menjauhkan pengikut sejati dari jalan Allah.
Cara yang mereka lakukan adalah cara yang batil, yaitu menerima sogokan, kedok “menjual surga” serta “pengampunan dosa” dengan mengambil uang masyarakat. Karena hal itulah, Allah melarang kita untuk menimbun harta.
Beberapa ulama muslim mengatakan bahwa menyimpan harta dalam jumlah berlebihan adalah haram. Sejarah mencatat tentang sikap sahabat Abu Dzar r.a. kepada Khalifah Utsman. Guna melakukan protes, Abu Dzar r.a. kerap kali membacakan ayat di atas di hadapan Khalifah Utsman dan Muawiyah setiap pagi dan petang. Ia mengatakan bahwa ayat ini tidak hanya ditujukan kepada orang yang menghindari zakat, tapi juga kepada setiap orang yang menimbun harta. Sikap kritis itulah yang menyebabkan Abu Dzar r.a. diasingkan pada masa pemerintahan Khalifah Utsman. (Tafsir Nûr Al-Qurân).
Beberapa ulama muslim lain tidak sependapat dengan Abu Dzar r.a. Mereka beranggapan bahwa menyimpan harta (berlebihan) namun sudah mengeluarkan zakat adalah boleh, meskipun nilai moralnya berkurang (Tafsir Al-Mishbâh).
Muawiyah sendiri berpendapat bahwa ayat di atas hanya ditujukan kepada ahlulkitab. Namun Abu Dzar r.a. dan lainnya mengatakan bahwa ayat tersebut di atas juga ditujukan kepada kaum muslimin karena terdapat kata walladzîna (Tafsir Al-Qurthubî).
Asy-Sya’rawi mengatakan bahwa ayat ini juga membuktikan kemukjizatan Alquran di mana Allah menggunakan kata-kata emas dan perak, yakni dua barang tambang yang dijadikan Allah sebagai dasar dasar penetapan nilai uang dan alat tukar dalam perdagangan. Hingga kini emas dan perak masih tetap menjadi ukuran dasar bagi perdagangan dan nilai uang untuk setiap negara (Tafsir Al-Mishbâh).
Pada ayat berikutnya, Allah Swt. Berfirman:
Pada hari dipanaskannya emas dan perak dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung, dan punggung mereka, lalu dikatakan kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri. Maka rasakanlah akibat dari apa yang kamu simpan itu.”Mengenai anggota tubuh yang disebut dalam ayat di atas, Prof. Quraish Shihab mengatakan bahwa dahi disimbolkan sebagai yang selalu tampil angkuh dan bangga dengan harta, lambung karena selalu kenyang dan dipenuhi kenikmatan harta, dan punggung karena selama ini membelakangai tuntunan Allah Swt. Perbuatan apapun yang kita lakukan di dunia tentu akan mendapatkan balasannya kelak di akhirat nanti.