Kurang religius bagaimana para murid Nabi Isa? Bertahun-tahun mereka menyaksikan sendiri berbagai keajaiban yang dilakukan Nabi Isa, termasuk membangkitkan orang mati dan berjalan di atas air. Pada malam "perjamuan terakhir" mereka bahkan menyaksikan sendiri makanan dari surga (bukan khiasan) turun ke hadapan mereka dan mereka rasakan kelezatannya yang tiada terkira. Namun tatkala orang-orang yahudi hendak menangkap Isa, para murid yang sholeh tersebut berlarian menyelamatkan diri masing-masing dan meninggalkan Isa sendirian.
Kurang religius bagaimana para sahabat Muhammad Rosulullah? Mereka menyaksikan sendiri kemuliaan akhlak dan perilaku Rosulullah serta kebenaran yang dibawanya hingga rela berjuang mempertaruhkan nyawa demi membela Rosulullah. Namun setelah Rosul meninggal, mereka saling bunuh-bunuhan memperebutkan kekuasaan (dalam Perang Jamal sebanyak 20 ribu umat muslim kehilangan nyawa karena berebut kekuasaan) hingga Rosul sampai berpesan sebelum meninggalnya: "Aku tidak khawatir kalian akan kafir sepeninggalku, namun aku khawatir kalian akan bertikai memperebutkan dunia."
Dan kurang religius bagaimana para pemimpin HAMAS Palestina. Kening-kening mereka sampai tercetak tanda hitam karena seringnya bersujud menyembah Allah. Namun ketika "orang tua asuh" yang membesarkan mereka tertimpa masalah, mereka lari meninggalkannya.
Jika ada seorang anak yatim piatu dipelihara oleh seseorang hingga dewasa, kemudian meninggalkan orang tua angkatnya begitu saja saat mengalami masalah hebat, maka cukup bagi kita untuk menyebut sang anak yatim itu sebagai manusia durhaka, terkutuk, dan makian-makian lainnya yang tidak pantas didengar.
Mirip dengan anak durhaka itulah para pemimpin HAMAS. Syria dan Iran menolong mereka saat saudara-saudara mereka sesama bangsa Arab meninggalkan mereka karena tekanan Israel dan Amerika sementara negeri mereka diduduki Israel. Tidak hanya biaya hidup sehari-hari yang ditanggung Syria dan Iran, pemerintah Syria juga membangunkan mereka "rumah" di Damaskus tempat para pemimpin HAMAS tinggal dan berkantor selama bertahun-tahun.
Namun tatkala Iran terancam diserang Amerika dan Israel, jauh-jauh hari para pemimpin HAMAS berteriak lantang: "Kami tidak akan membantu Iran jika diserang." Dan tatkala pemerintah Syria dirongrong oleh pemberontakan yang dirancang oleh Amerika dan Israel, mereka lari dari Damaskus.
Semua itu mereka lakukan karena mereka melihat kesempatan mendapatkan kekuasaan yang lebih menyenangkan, yaitu dukungan dan perlindungan dari pemerintah Mesir yang kini dipimpin oleh "sahabat" mereka sesama pengikut organisasi "Persaudaraan Muslim", yaitu Presiden Mursi. Mereka terbuai dengan fakta bahwa beberapa "saudara" sesama anggota "Persaudaraan Muslim" kini juga telah menguasai Tunisia dan Libya, serta, mereka berharap tidak lama lagi, Syria.
Maka bayangan masa lalu sebagai anak yatim yang terusir dari kampung halamannya dan ditinggalkan kerabatnya, mereka buang jauh-jauh ke alam bawah sadar. Namun percayalah, trauma masa lalu itu tidak akan pernah hilang dan terus mengusik kesadaran. Terutama jika mereka mau berfikir bahwa bayangan indah tentang saudara-saudara se "Persaudaraan Muslim" itu hanya ilusi belaka.
Lihatlah Mesir. Ketika masih diperintah oleh Husni Mubarak setiap tahunnya Amerika membantunya secara cuma-cuma sebesar $3 miliar per-tahun. Itu adalah harga yang harus dibayar Amerika agar Mesir mau bersahabat dengan Israel. Kini setelah "Persaudaraan Muslim" berkuasa, Mesir memang bakal mendapatkan "bantuan" senilai $3 miliar, namun kali ini bukan bantuan cuma-cuma, melainkan hutang yang harus dibayarkan yang pada akhirnya harus ditanggung oleh seluruh rakyat Mesir.
Ajaib bukan? Rakyat Mesir menyangka mereka telah "bebas merdeka" setelah berhasil menjungkalkan regim represif Husni Mubarak. Mereka pun rela menyerahkan kekuasaan pada "Persaudaraan Muslim" yang tidak mengeluarkan keringat apalagi darah dalam revolusi melawan Husni Mubarak, untuk mendapatkan diri mereka terjerat hutang IMF, yang tidak lain adalah kepanjangan tangan para bankir yahudi yang mereka benci.
Bagi Amerika sendiri, revolusi tentu memberikan keuntungan besar, yaitu terbebasnya mereka dari kewajiban memberikan $3 miliar cuma-cuma setiap tahun kepada Mesir, kewajiban yang harus mereka tanggung sejak tahun 1979 usai penandatanganan perjanjian damai Mesir-Israel di Camp David. Begitu pun bagi IMF, mereka mendapatkan korban penghisapan baru.
Ketika menunggu pengumuman pemenang pemilu yang digelar oleh penguasa militer Mesir, Mursi sempat mengadakan wawancara dengan media Iran "FARS" dan mengatakan bahwa di bawah kekuasaannya, Mesir akan meningkatkan hubungannya dengan Iran demi menghadapi blok Israel cs. Penguasa militer pun langsung menunda pengumuman pemenang pemilu hingga menimbulkan ketegangan politik serius di lapangan antara pendukung Mursi melawan pendukung lawan politiknya yang didukung militer. Dan ketika akhirnya pengumuman dilakukan, Mursi dinyatakan menang dengan angka tipis, dan tidak lama kemudian ia mengeluarkan pernyataan akan menuntut "FARS" karena dianggap memuat wawancara fiktif dengannya.
Apa yang sebenarnya terjadi adalah menjelang pengumuman hasil pemilu, militer Mesir, atas desakan Amerika-Israel, menuntut Mursi untuk mencabut pernyataannya yang dimuat "FARS". Mursi setuju. Militer menyatakan kemenangan Mursi yang tipis tidak lain sebagai bentuk jaga-jaga. Jika Mursi ingkar, militer akan membatalkan hasil pemilu dengan alasan terjadi kesalahan penghitungan.
Dan setelah terpilihnya Mursi, serangkaian sandiwara pun dirancang Mursi dan "Persaudaraan Muslim"-nya, serta militer yang disupervisi Amerika tentunya. Pada tgl 11 Maret 2012 Parlemen Mesir yang dikuasai "Persaudaraan Muslim" mengeluarkan perintah pengusiran dubes Israel dan penghentian ekspor gas ke Israel (dengan harga subsidi), namun ditolak oleh militer. Sementara pembukaan perbatasan Mesir-Gaza demi menyelamatkan nyawa 1,5 juta rakyat Palestina yang dikepung Israel, tidak pernah disinggung-singgung Mursi dan parlemennya.
Tentang "bantuan" IMF itu "Persaudaraan Muslim" menyatakan bahwa IMF harus terlebih dahulu memberikan program ekonomi yang jelas. Maksud sebenarnya adalah: IMF harus menawarkan program pembagian kue dari bantuan sebesar $3 miliar itu bagi para elit penguasa Mesir. Tentu saja "Persaudaraan Muslim" maupun IMF tidak pernah peduli bahwa "bantuan" yang diberikan IMF nantinya harus ditanggung oleh rakyat dalam bentuk pembayaran pajak kepada pemerintah, untuk selanjutnya ditransfer ke kantong IMF sebagai cicilan hutang dan bunganya.
Bagi IMF, situasi seperti ini seperti mempermainkan sekerat daging di hadapan sekumpulan anjing lapar di dalam kerangkeng. Anjing-anjing lapar itu berlompatan berusaha meraih daging yang dijulurkan, namun IMF terus menariknya setiap kali seekor anjing melompat. Pada akhirnya, setelah anjing-anjing itu kelelahan, mereka menerima sebesar apapun potongan daging yang dilemparkan kepada mereka. Dan setelah mereka melahap habis potongan daging itu, mereka meninggalkan kotoran berupa beban hutang kepada rakyat Mesir.
Dan semua hutang itu baru permulaan. Bank Dunia bakal memberikan tambahan "bantuan" senilai $1 miliar. Para ekonom "gajian" bankir internasional mengatakan Mesir membutuhkan $12 miliar hutang dalam waktu 1,5 tahun ke depan untuk menjalankan pembangunannya. Dan mengingat Mesir adalah negara Arab terbesar dengan penduduk mencapai 80 juta jiwa, Mesir berpeluang menjadi "jurang hutang" raksasa.
Tumpukan hutang bakal menjadikan rakyat Mesir sengsara sebagaimana rakyat Yunani saat ini dan rakyat sebagian besar Eropa dan Amerika tidak lama lagi. Sementara para politisi sesumbar: "Kami bukan lagi boneka Amerika karena kami tidak lagi menerima duit Amerika!". Meski pada dasarnya IMF dan Amerika dan Israel adalah satu mata uang dengan gambar sisi berbeda.