Hakekat berAgama...
Beragama Kok Gitu!
Coba perhatikan ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara orang yang getol
beribadah dengan memiliki budi pekerti yang luhur. Ada banyak contoh yang dapat kita
kemukakan disini. Anda pasti sudah sering mendengar cerita mengenai guru mengaji yang suka
memperkosa muridnya. Seorang kawan yang rajin shalat lima waktu baru-baru ini di PHK dari
kantornya karena memalsukan dokumen. Kawan yang lain sangat rajin ikut pengajian tapi tak
henti-hentinya menyakiti orang lain. Adapula kawan yang berkali-kali menunaikan haji dan umrah
tetapi terus melakukan korupsi di kantornya.
Lantas dimana letak kesalahannya? Saya kira persoalan utamanya adalah pada kesalahan cara
berpikir. Banyak orang yang memahami agama dalam pengertian ritual dan fiqih belaka. Dalam
konsep mereka, beragama berarti melakukan shalat, puasa, zakat, haji dan melagukan
(bukannya membaca) Alquran. Padahal esensi beragama bukan disitu. Esensi beragama justru
pada budi pekerti yang mulia.
Agama sering dipahami sebagai serangkaian peraturan dan larangan. Dengan demikian makna
agama telah tereduksi sedemikian rupa menjadi kewajiban dan bukan kebutuhan. Agama
diajarkan dengan pendekatan hukum (outside-in), bukannya dengan pendekatan kebutuhan
dan komitmen (inside-out). Ini menjauhkan agama dari makna sebenarnya yaitu sebagai sebuah
sebuah cara hidup (way of life), apalagi cara berpikir (way of thinking).
Agama seharusnya dipahami sebagai sebuah kebutuhan tertinggi manusia. Kita beribadah
karena kita menginginkan kesejukan dan kenikmatan batin yang tiada taranya. Kita beribadah
karena rindu untuk menyelami jiwa sejati kita dan merasakan kehadiran Allah SWT dalam
keseharian kita. Kita berbuat baik karena kita tidak ingin melukai diri kita sendiri dengan perbuatan
yang jahat.
Agama sejatinya memang diturunkan tuk memperbaikiAkhlak. sesuai dengan sabda nabi bahwa dia tidak diturunkan melainkan memperbaiki akhlak. ahlak ialah kemanusiaan. sikap ygtercerminkan dan terealisasikan didalam kehidupan nyata. bukti konkret bahwa manusia memiliki agama yg bagus ialah aklak yg tercermin dan terpatrikan.. bila beragama hanya tuk masuk surga?? betapa egoisnya..
Ada sebuah pengalaman menarik ketika teman saya bersekolah di London dulu. Kali ini berkaitan
dengan polisi. Berbeda dengan di Indonesia, bertemu dengan polisi disana akan membuat
perasaan aman dan tenteram. Bahkan masyarakat Inggris memanggil polisi dengan panggilan
kesayangan: Bobby.
Suatu ketika dompet teman saya yang berisi surat-surat penting dan sejumlah uang hilang.
Kemungkinan tertinggal di dalam taksi. Ini tentu membuat ia agak panik, apalagi hal itu terjadi
pada hari-hari pertamanya tinggal di London. Tapi setelah memblokir kartu kredit dan sebagainya,
teman saya pun perlahan-lahan melupakan kejadian tersebut. Yang menarik, beberapa hari
kemudian, keluarganya di Jakarta menerima surat dari kepolisian London yang menyatakan
bahwa dompetnya dapat mengambil di kantor kepolisian setempat (London).
Ketika datang kesana, teman saya dilayani dengan ramah. Polisi memberikan dompet yang
ternyata isinya masih lengkap. Ia juga memberikan kuitansi resmi berisi biaya yang harus dibayar
sekitar 2,5 pound. Saking gembiranya, teman saya memberikan selembar uang 5 pound sambil
mengatakan, ''Ambil saja kembalinya.'' Anehnya, si polisi hanya tersenyum dan memberikan uang
kembalinya kepada teman saya seraya mengatakan bahwa itu bukan haknya.
Ia bahkan meminta teman saya untuk mengecek dompet itu baik-baik seraya mengatakan
bahwa kalau ada barang yang hilang ia bersedia membantu untuk menemukannya.
Kawan, hakekat keberagamaan sebetulnya adalah berbudi luhur. Karena itu orang yang
''beragama'' seharusnya juga menjadi orang yang baik. Itu semua ditunjukkan dengan integritas
dan kejujuran yang tinggi serta kemauan untuk menolong dan melayani sesama manusia. Allahu
a’lam