Umat Islam yang berjumlah 1,6 miliar di seluruh dunia disatukan oleh keimanan kepada Allah dan Nabi Muhammad . Mereka juga terikat oleh praktik keagamaan seperti puasa di bulan Ramadan dan sedekah. Demikianlah hasil survei Pew Research Center’s Forum on Religion & Public Life yang melibatkan 38.000 orang seluruh dunia melalui wawancara tatap muka dengan menggunakan lebih dari 80 bahasa. Tapi mereka juga memiliki pandangan yang berbeda tentang beberapa aspek keimanan, termasuk seberapa penting agama bagi kehidupan, siapa yang dianggap sebagai muslim dan praktik apa yang diterima dalam Islam. Sebagai contoh, 8-10 muslim di setiap negara sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara, dan Asia Selatan mengatakan bahwa agama sangat penting dalam kehidupan mereka. Sementara di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara, sekitar 6-10 orang mengatakan hal yang sama. Begitu juga di Amerika Serikat, survei mendapati 7-10 muslim (69%) mengatakan agama sangat penting bagi mereka. Tapi agama kurang memainkan peran penting di negara bekas komunis seperti Rusia, daerah Balkan dan bekas negara Soviet. Di wilayah Timur Tengah, muslim yang berusia di atas 35 tahun secara signifikan lebih religius dibandingkan dengan mereka yang berada di usia antara 18-34 tahun. Mereka lebih sering melaksanakan salat lima waktu, datang ke masjid, membaca Quran setiap hari, dan mengatakan bahwa agama itu penting. Perbedaan juga muncul tentang bagaimana pria dan wanita mempraktikkan keimanan mereka. Hampir di semua 39 negara yang disurvei, pria lebih sering menghadiri masjid. Ini benar terjadi khususnya di Asia Tengah dan Asia Selatan, di mana mayoritas wanita di sana tidak pernah mengunjungi masjid. Perbedaan ini muncul karena norma kultural atau adat setempat yang membatasi wanita menghadiri masjid. PERBEDAAN MAZHAB Survei juga menanyakan apakah umat muslim mengenal beragam mazhab dalam Islam dan bagaimana sikap mereka terhadap mazhab lain tersebut. Survei mengatakan banyak muslim tidak mengetahui atau tidak peduli tentang hal tersebut. Muslim di Timur Tengah dan Afrika Utara lebih aware dengan perbedaan suni dan Syiah. Survei mendapati bahwa kebanyakan negara kawasan yang disurvei, 40% suni tidak menerima Syiah sebagai sesama muslim. Menariknya, 82% suni Irak dan 77% suni Lebanon yang hidup di negara dengan mayoritas Syiah cenderung menyatakan bahwa Syiah juga muslim. Tapi 53% suni Mesir , 50% suni Maroko, 43% suni Yordania, dan 40% suni wilayah Palestina— negara dengan minoritas Syiah— mengatakan bahwa Syiah bukanlah muslim. Di luar wilayah tersebut, perbedaan suni-Syiah memiliki pengaruh yang rendah. Di banyak negara Asia Tengah, banyak muslim yang lebih memilih mengidentifikasi diri sebagai “muslim”. Pola yang sama juga terjadi di Eropa Timur dan Selatan. Di beberapa negara tersebut, kekuasaan komunis selama bertahun-tahun membuat perbedaan mazhab menjadi tidak familiar. Indonesia sebagai populasi muslim terbesar, 26% muslim menggambarkan diri mereka sebagai suni, 56% mengatakan “muslim”, dan 13% tidak memberikan jawaban yang pasti. APAKAH SYIAH MUSLIM? Secara keseluruhan, muslim di Asia Selatan setuju bahwa Syiah memiliki kesamaan beragama. Setidaknya tiga per empat pandangan ini ada di Afghanistan (84%) dan Bangladesh (77%), sementara separuhnya (53%) di Pakistan. Penerimaan Syiah sebagai sesama muslim tersebar di Eropa Timur dan Selatan, kecuali Kosovo di mana hanya 36% muslim menganggap Syiah bagian dari Islam. Namun, 43% muslim Kosovo memang tidak pernah mendengar Syiah atau ragu-ragu. Kasus yang terjadi di Irak dan Lebanon di atas, di mana muslim suni lebih menerima Syiah, menunjukkan bahwa pengalaman hidup bersama- sama dapat meningkatkan pengenalan antara suni dan Syiah. Suni juga lebih dapat menerima Syiah sebagai sesama muslim di negara Azerbaijan (hingga 90%), Rusia (hingga 85%), Aghanistan (hingga 83%), dan Bangladesh (hingga 77%). Sementara di Pakistan lebih beragam; sebanyak 41% muslim suni di sana tidak menerima Syiah. Keinginan suni di Irak dan Lebanon dalam menerima Syiah meluas terhadap praktik keagamaan yang secara tradisional dikaitakan dengan Syiah. Sebagai contoh, sementara kebanyakan suni di Timur Tengah dan Afrika Utara memandang ziarah ke makam suci bertentangan dengan tradisi Islam, mayoritas suni di Lebanon (98%) dan Irak (65%) meyakini bahwa praktik tersebut dibolehkan dalam Islam. PENAFSIRAN Pertanyaan menarik lain yang diajukan adalah tentang penafsiran. Apakah Islam mengenal penafsiran tunggal atau multitafsir? Dari 32 negara yang disurvei, lebih dari separuh muslim mengatakan hanya ada satu jalan yang benar untuk memahami ajaran Islam. Pandangan ini juga beragam. Di Timur Tengah dan Afrika Utara— kecuali Mesir dan Yordania—percaya bahwa mungkin saja untuk menafsirkan ajaran Islam dengan cara yang beragam. Di Amerika Serikat, 57% muslim mengatakan bahwa Islam terbuka terhadap beragam tafsir. Penerjemah: Ali Reza Aljufri © 2012 Catatan: Untuk hasil survei lebih lengkap dari Pew Research Center, dapat membacanya di The World’s Muslims: Unity and Diversity.