BARU satu kali itu saya bertemu dengan orang yang menderita typus tidak dalam keadaan lesu. Beberapa teman yang pernah sakit typus pasti harus menjalani rawat inap tapi tidak dengan si ibu, teman saya yang satu ini.Saat itu musim panas yang sangat mengundang keinginan untuk bersantai-santai di kedai bakso terdekat di komplek kami, dan …. di situlah saya bertemu dengan si ‘ibu typus’ itu. Siang yang amat terik sangat kontras dengan penampilan teman saya itu yang modis abis, dengan make up lengkap, kacamata hitam, rok span di atas lutut, rambut panjang rebonding. Rasanya sulit dipercaya si ibu sedang menderita penyakit typus (baca: bukan gejala typus).
Diawali sapaan dan remeh-temeh, walau bagaimanapun temanku itu tidak bisa menyembunyikan rasa sakitnya. Butiran bakso yang dibiarkan dalam kuah saos merah, akhirnya temanku mengaku kalau dirinya kena typus setelah hasil cek up.
“Typus kok makan bakso sih..?” spontan saya tanya dengan ekspresi aneh.
“Menguatkan diri.., habis ga nafsu makan di rumah. Sebenarnya kepala pusing dan muter terus, tapi saya kuat-kuatkan naik motor ke sini sehabis mengurus rumah.”
Percakapan terus berlanjut dengan ‘kekeuh’nya teman saya melawan rasa sakitnya sambil tetap gaya. Jujur, saya sempat buruk sangka kepada teman saya kalau sakitnya pasti akan bertambah parah, paling di-opname, begitu dalam hati saya berkata.
Seminggu kemudian saya belum mendapatkan kabar kalau teman itu masuk rumah sakit, malah sebaliknya saya bertemu dia lagi dengan gayanya yang segudang, sedang berbelanja di Indomart.
“Bu.., dah sehat…?” sapa saya.
” 90%.., alhamdulillah sembuh berkat sugesti ya?” jawabnya dengan segar bugar
“Oo..,” ada yang melongo dengan ‘O’ gede itulah saya.
Dalam hati saya meminta maaf sudah bersuudzon padanya. Dan kagum sekagum-kagumnya. She is a wonderful mum. Ternyata kesembuhan itu datangnya 80% dari sugesti ya, dengan doa juga tentunya!
Good therapy, Bu.., terima kasih sudah menginspirasi saya!
