INILAH déjà vu. Jenderal Stanley McChrystal, komandan AS di Afghanistan, barangkali akan mengatakan kepada presidennya, “Rakyat Afghanistan didera krisis kepercayaan karena perang terhadap Taliban tidak membuat hidup mereka menjadi lebih baik.” Gantilah kata ‘Taliban’ dengan ‘Mujahidin’, maka akan Anda akan mendapatkan pengulangan dari apa yang telah Russia alami satu abad lalu.
Seperti NATO sekarang, Kremlin sadar bahwa pasukannya menguasai sedikit sekali kota-kota di Afghanistan. Russia menyebut Mujahidin “hantu”, ada namun tak terlihat, kematian tersembunyi namun mereka hidup. Sean Smith, seorang fotografer pro, ingin sekali memotret mayat pejuang Taliban, namun ia tak pernah menemukannya.
Pemerintah Soviet tak pernah mengundang reporter Barat, namun kita semua bisa melihat para veteran perang Afghan di Moskow dalam rumah-rumah yang murung.
Adalah Yuri, salah satu veteran Russia dalam perang Afghanistan. Baginya, yang pertama terbayang di matanya tentang Afghanistan di kepalanya adalah betapa minimnya kontak yang ia dan rekan-rekannya lakukan dengan masyarakat Afghanistan yang seharusnya mereka tolong. “Kami biasanya hanya berhubungan dengan anak-anak yang desanya kami lalui. Mereka selalu tampak. Menukar atau membeli barang. Harganya murah. Kami berhubungan hanya dengan sarandoy—polisi Afghanistan.”
Selama di Afghanistan, Yuri selalu resah. “Di sana, Anda selalu ingin bangun cepat-cepat. Ingin cepat menembak, walau Anda sangat malas melakukannya. Setelah perang, perlahan-lahan, Anda mulai berpikir, mulai membayangkan, mengingat apa yang telah terjadi, desa-desa yang hancur, atau ekspresi orang-orang. Tak semua orang Afghan mengerti. “ tambahnya.
Detil perang Soviet jauh berbeda dengan keadaan hari ini. Para pejuang Afghanistan menggunakan ranjau primitif dibandingkan dengan sekarang yang rumit. Tanpa ada peminai infrared, posko Russia mudah sekali dihancurkan. Namun, yang tak pernah berubah dari pejuang Afghanistan adalah gerilyawannya—inilah yang juga tak bisa diselesaikan oleh NATO dengan helikopter dan serangan udaranya.
Yang paling ditakutkan oleh Russia adalah—Anda jangan tertawa!—hantu. Ya, ketakutan akan hantu. Orang-orang Russia selalu diberi tahu, “Jangan bergaul dengan masyarakat. Jangan melihat perempuan. Jangan memasuki kuburan, jangan masuk ke masjid.” Operasi Kremlin di Kabul sungguh samar-samar dalam segi alasan. Russia tidak perlu mengklaim terorisme untuk menghentikan Kabul.
Perbedaan besarnya, sejauh ini, setelah bertahun-tahun, Russia menyadari bahwa perang di Afghanistan tak mungkin dimenangkan. Mikail Gorbachev mencoba meyakinkan pemerintahannya, namun ia ditolak. Jauh di lubuk hatinya, Russia tahu, kaum Mujahidin tidak bisa mereka kalahkan. “Moskow bahkan merasa harus mengganti pemimpinnya karena hal ini.”
Sebagian besar, itu pula yang tengah terjadi di Afghanistan. Silakan Anda merayakan demokrasi, Karzai, namun perjuangan rakyat Afghanistan belumlah selesai. [sa/islampos/guardian]