MESKI PEMIKIRANNYA MEMILIKI PENGARUH BESAR, IA PUN TAK SEPI KRITIK.
Ibn Arabi merupakan seorang filsuf yang juga sufi. Ia mengembangkan apa yang disebut dengan tasawuf falsafi. Pemikirannya menarik minat para cendekiawan lainnya. Ia pun tak lepas dari pro dan kontra atas pemikirannya yang terlontar. Menurut Prof Dr Kautsar Azhari Noer dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, dalam Seminar Nasional Filsafat dan Mistitisme Islam, Ibn Arabi dan Mulia Sadra, UIN Syarif Hidayatullah, 16 Januari lalu, sejumlah ulama menyerang pemikiran Ibn Arabi.
Di antaranya, mengenai pemikiran wahdatul wujud yang dikembangkan Ibn Arabi dalam tasawuf falsafinya. Kecenderungan filsafat dalam tasawuf ini membuat sejumlah ulama fikih menyerang pemikiran Ibn Arabi, seperti Ibn al-Jauzi dan Ibn Taimiyah.Serangan ini dapat menimbulkan anggapan bahwa tasawuf falsafi ini tak memiliki sandaran dalam Alquran dan hadis. Pun, tuduhan bahwa kalaupun digunakan, itu hanya sebagai pembenar bagi ajaran-ajaran yang berasal dari luar Islam.kautsar mengungkapkan, Ibn Arabi mengklaim bahwa "pengetahuan yang diperoleh melalui penangkapan, sebenarnya berkenaan dengan makna Alquran. Al-Futuhat al-Makkiyah (Pe-nyingkapan-penyingkapan Makkah), seperti karya lain Ibn Arabi, tak lain merupakan tafsir Alquran.
Seorang pengkaji pemikiran Ibn Arabi, Michel Chodkiewics, mengungkapkan, tak mungkin memahami karya-karya Ibn Arabi tanpa mengingat Alquran karena Alquran selalu hadir dalam hal yang ditulisnya. Meski tak ada kutipan langsung dari kitab tersebut.Ibn Arabi menyatakan bahwa Alquran mencakup secara global segala sesuatu, semua kitab suci yang diwahyukan, semua ilmu dalam kitab-kitab yang diwahyukan. Kitab Alquran ini disebut Ibu Kitab, yang berarti induk seluruh kitab.Sebab, Alquran mengandung akar atau ide segala ilmu dalam kitab-kitab lain yang diturunkan. Alquran, jelas Ibn Arabi, adalah sebuah kitab di antara semua kitab, kecuali ia memiliki pencakupan yang tak dimiliki oleh semua kitab lain.Dia mengatakan, Alquran sebagai Ibu Kitab yang membuatnya berbeda dengan kitab-kitab lainnya. Perbandingan antara Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, dan Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, mengukuhkan sifat Alquran tersebut.
Taurat lebih banyak mengandung ajaran-ajaran sosial. Injil lebih banyak mengandung ajaran spiritual. Alquran mengandung dua ajaran ini sekaligus, yaitu spiritual dan sosial. Taurat lebih menekankan lahiriah, Injil pada aspek esoteris, dan Alquran pada keduanya.Selain itu, Ibn Arabi menyatakan pula, Allah adalah cakupan realitas keseluruhan nama-nama Ilahi. Dengan demikian, Allah adalah nama yang mencakup semua nama, sebagaimana penampakan diri-Nya {al-tajalli), memiliki semua bentuk.Menurut Tbn Arabi, semua pencakupan nama Allah yang sering disebut Al-Haqq, secara sempurna tercermin dalam Alquran. Sehingga, ia mengatakan bahwa Alquran merupakan sifat Allah. Ini kemudian ditemukan pada diri Muhammad SAW, sebagai manusia yang sempurna atau insan kamil.
Yaitu, merupakan cermin sempurna dan bening yahg memantulkan semua nama Allah secara penuh dan seimbang. Alquran memanifestasikan dirinya pada pribadi Muhammad sehingga dikatakan bahwa akhlak Nabi Muhammad adalah Alquran.Tentang hal ini, Ibn Arabi mengisahkan, ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, Aisyah menjawab bahwa akhlak Rasulullah adalah Alquran. Ini karena Rasulullah memiliki akhlak yang unik dan akhlak itu mencakup semua akhlak mulia.Allah SWT, jelas Ibn Arabi, menyifati akhlak itu dengan keagungan (al-azhamah), sebagaimana Dia menyifati Alquran dalam firman-Nya bahwa Alquran agung. Maka, Alquran adalah akhlak Rasulullah. Jika ada umat Muhammad yang tak melihatnya, hendaklah memandang Alquran.
Menurut Ibn Arabi, saat seorang Muslim memandang pada Alquran, tak ada perbedaan antara memandang padanya dan memandang pada Alquran. Itu seakan-akan, Alquran tampil sebagai bentuk jasad yang dikatakan bernama Muhammad.Ibn Arabi juga menuliskan beberapa wasiat kepada umat Islam. Ia meminta umat Islam membaca dan merenungkan (tadabur) kedalaman makna Alquran. Makna merenungkan di sini adalah mempelajari, mengkaji, dan melihat secara mendalam dengan kalbu.Yang tentunya, berimplikasi pada transformasi spiritual dalam perjalanan menuju Allah. Ini akan membawa umat Islam kepada pengetahuan dan kesadaran tentang kualitas-kualitas dan sifat-sifat terpuji yang dimiliki dan sifat tercela yang harus dihindari.
Ibn Arabi meninggalkan wasiat pula bagi umat Islam, untuk berusaha sungguh-sungguh memelihara Alquran dengan menghafal dan mengamalkan ajarannya. Ia mengingatkan pula, tak ada orang lebih pedih siksaannya daripada orang yang menghafal satu ayat Alquran lalu melupakannya.Demikian pula, dengan orang yang menghafal satu ayat Alquran kemudian tak mengamalkannya. Menurut cendekiawan Muslim, Saifuddin Amsir, meski Ibn Arabi tak memiliki aliran tarekat tertentu, ajarannya soal wahdatul wujud telah memberikan pengaruh terhadap banyak sufi.
Pengaruh itu juga menerpa para filsuf setelah Ibn Rusyd. Ibn Arabi juga menjadi sosok penting setelah Al-Ghazali. Di kemudian hari, Ibn Arabi mempunyai julukan al-sheikh al-Akbar. Namun, Ibn Arabi juga tak sepi kritik.Sejumlah cendekiawan juga menudingnya sebagai ahli bidah. Buku-buku Ibn Arabi juga diminta dibakar. Mereka yang menuding dan meminta buku-buku Ibn Arabi dibakar, di antaranya, Abu Hayyan al-Andalusi, Muhammad ibn Nur al-Din, Ibn Taimiyah, dan muridnya, al-Dhahabi. ed ferry
Entitas terkaitAisyah | Allah | Alquran | Futuhat | Ibn | Ibu | Injil | Islam | Jauzi | Kecenderungan | Makkiyah | Makna | Michel | Mistitisme | Muhammad | Mulia | Muslim | Nabi | Nur | Nya | Pemikirannya | Pengaruh | Perbandingan | Rasulullah | Saifuddin | Serangan | Syarif | Taurat | Abu Hayyan | Ibn Arabi | Ibu Kitab | Kitab Alquran | Menurut Ibn | Menurut Tbn | Nabi Muhammad | UIN Syarif | Seminar Nasional Filsafat | Universitas Islam Negeri | IA PUN TAK SEPI | MESKI PEMIKIRANNYA MEMILIKI PENGARUH | IBN ARABI Mengusung Tasawuf Falsafi | Menurut Prof Dr Kautsar Azhari Noer |
Ringkasan Artikel Ini
Kecenderungan filsafat dalam tasawuf ini membuat sejumlah ulama fikih menyerang pemikiran Ibn Arabi, seperti Ibn al-Jauzi dan Ibn Taimiyah.Serangan ini dapat menimbulkan anggapan bahwa tasawuf falsafi ini tak memiliki sandaran dalam Alquran dan hadis. Seorang pengkaji pemikiran Ibn Arabi, Michel Chodkiewics, mengungkapkan, tak mungkin memahami karya-karya Ibn Arabi tanpa mengingat Alquran karena Alquran selalu hadir dalam hal yang ditulisnya. Alquran, jelas Ibn Arabi, adalah sebuah kitab di antara semua kitab, kecuali ia memiliki pencakupan yang tak dimiliki oleh semua kitab lain.Dia mengatakan, Alquran sebagai Ibu Kitab yang membuatnya berbeda dengan kitab-kitab lainnya. Alquran memanifestasikan dirinya pada pribadi Muhammad sehingga dikatakan bahwa akhlak Nabi Muhammad adalah Alquran.Tentang hal ini, Ibn Arabi mengisahkan, ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, Aisyah menjawab bahwa akhlak Rasulullah adalah Alquran. Ini karena Rasulullah memiliki akhlak yang unik dan akhlak itu mencakup semua akhlak mulia.Allah SWT, jelas Ibn Arabi, menyifati akhlak itu dengan keagungan (al-azhamah), sebagaimana Dia menyifati Alquran dalam firman-Nya bahwa Alquran agung