PENJELASAN HADITS TENTANG NIAT
PENJELASAN HADITS TENTANG NIAT
فبتقصيرعلمي و قلة فهمي القي اليكم اول حديث في الاربعين النووية اروي ذالك بالاجازة عن سيدي سلطان العلماء سالم بن عبد الله بن عمر الشاطري عن شيخه العلامة الجليل كامل عبدالله صالح عن السيد العلامة عبدالله بن حامد الصافي عن السيد علي بن محمد البطاح عن السيد داود بن عبد الرحمن حجر عن القاضي محمد بن علي العمراني عن القاضي صفي الدين أحمد بن محمد فاطن عن عماد الدين السيد يحى عن عمر مقبول الاهدل عن عبدالله بن سالم البصري عن محمد بن علاء الدين البابلي عن نور الدين علي بن يحى الزيادي عن الجمال السيد يوسف بن عبدالله الارميوني عن الحافظ ابي الفضل جلال الدين عبدالرحمن السيوطي عن علم الدين صالح بن عمر بن رسلان البلقيني عن والده سراج الدين عمر بن رسلان البلقيني عن أبي الحجاج يوسف بن عبدالرحمن المزني عن الامام القطب محي الدين أبي زكريا يحى بن شرف النووي رحمه الله ورضي عنه : عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]
Dengan kekurangan ilmuku dan sedikitnya pemahamanku, aku tampilkan untuk kalian hadits pertama di dalam kitab Arba’in Nawawi yang saya riwayatkan dari sayyid Salim bin Abdullah bin Umar Asy-Syathiri, dari gurunya sayyid Al-‘Allamah al-Jalil Kamil Abdullah Sholih dari sayyid al-Allamah Abdullah bin Hamid Ash-Shofi dari sayyid Ali bin Muhammad Al-Baththoh, dari sayyid Dawud bin Abdurrahman bin Hjar, dari Qodhi Muhammad bin Ali Al-Imroni, dari Qodhi Shofiyuddin Ahmad bin Muhammad bin Fathin, dari Imaduddin sayyid Yahya bin Umar Maqbul Al-Ahdal, dari Abdullah bin Salim Al-Bashri dari Muhammad bin ‘Alauddin Al-Babili, dari Nuruddin Ali bin Yahya Az-Ziyadi, dari Al-Jamal sayyid Yusuf bin Abdullah Al-Armiyuni, dari Al-Hafidz Abil Fadhl Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, dari Ilmuddin Sholih bin Umar bin Ruslan Al-Balqini dari ayahnya Srirojuddin Umar bin Ruslan Al-Balqini dari Abil Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman Al-Muzanni, dari imam Al-Quthub Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syarof An-Nawawi Rahimahullah wa rodhiya ‘anhu :
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “ Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niyatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan “.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).
Penjelasan :
Dari sisi Lughoh :
“إنما”: “إن” حرف توكيد ونصب و”ما” كافة ل”إن” عن العمل,
“الأعمال” : مبتدأ مرفوع وعلامة رفعه الضمة الظاهرة,
“بالنيات” جار ومجرور متعلقان بخبر محذوف تقديره كائنة أو مستقرة,
“وإنما”: الواو استئنافية و”إن” حرف توكيد ونصب و”ما” كافة ل”إن” عن العمل,
“لكل” جار ومجرور متعلقان بمحذوف خبر مقدم،
“امرئ” مضاف إليه مجرور بالكسرة الظاهرة،
“ما” اسم موصول بمعنى الذي مبني على السكون في محل رفع مبتدأ مؤخر،
“نوى” فعل ماض مبني على الفتح المقدر منع من ظهوره التعذر، والفاعل ضمير مستتر تقديره هو عائد على الاسم الموصول،
“فمن”: الفاء استئنافية ، “من” اسم شرط مبني على السكون في محل رفع مبتدأ وخبره جملتا فعل الشرط وجوابه
“كانت”: فعل ماض ناقص مبني على الفتح،
“هجرته”: اسم كان مرفوع بالضمة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الضم في محل جر مضاف إليه،
“إلى الله”: جار ومجرور متعلقان بمحذوف خبر كان،
“ورسوله”: الواو حرف عطف، رسول: معطوف على لفظ الجلالة مجرور بالكسرة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الكسر في محل جر مضاف إليه،
“فهجرته”: الفاء واقعة في جواب الشرط، هجرته: مبتدأ مرفوع بالضمة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الضم في محل جر مضاف إليه،
“إلى الله”: جار ومجرور متعلقان بمحذوف خبر كان،
“ورسوله”: الواو حرف عطف، رسول: معطوف على لفظ الجلالة مجرور بالكسرة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الكسر في محل جر مضاف إليه،
“ومن”: الواو استئنافية ،
“من” اسم شرط مبني على السكون في محل رفع مبتدأ وخبره جملتا فعل الشرط وجوابه.
“كانت”: فعل ماض ناقص مبني على الفتح،
“هجرته”: اسم كان مرفوع بالضمة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الضم في محل جر مضاف إليه،
“إلى دنيا”: جار ومجرور متعلقان بمحذوف خبر كان،
“يصيبها”: فعل مضارع مرفوع وعلامة رفعه الضمة الظاهرة، والفاعل ضمير مستتر تقديره هو، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على السكون في محل نصب مفعول به، والجملة الفعلية صفة ل”دنيا”،
“أو امرأة”: أو حرف عطف ، امرأة : معطوف على “دنيا” مجرور بالكسرة الظاهرة،
“ينكحها”: فعل مضارع مرفوع وعلامة رفعه الضمة الظاهرة، والفاعل ضمير مستتر تقديره هو، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على السكون في محل نصب مفعول به، والجملة الفعلية صفة ل”امرأة”،
“فهجرته”: الفاء واقعة في جواب الشرط، هجرته: مبتدأ مرفوع بالضمة الظاهرة، هاء الغيبة ضمير متصل مبني على الضم في محل جر مضاف إليه،
“إلى”: حرف جر، “ما”: اسم موصول بمعنى الذي مبني على السكون في محل جر اسم مجرور،
“هاجر”: فعل ماض مبني على الفتح، الفاعل ضمير مستتر تقديره هو، “إليه”: جار ومجرور متعلقان ب”هاجر”.
Pendapat para ulama :
Imam Syafi’i berkata “ Hadits ini mencangkup sepertiga ilmu “.
Abu Ubaid berkata “ Tidak ada di antara hadits-hadits Nabi Saw yang lebih mencangkup sesuatu, lebih mencukupi dan lebih banyak faedahnya selain hadits ini “.
Kenapa bisa dikatakan sepertiga ilmu ? karena sesungguhnya perbuatan seorang hamba adakalanya dari hatinya, lisannya dan anggota tubuhnya, maka niat merupakan salah satu dari tiga bagian tsb dan lebih kuat karena niat terkadang menjadi ibadah yg tersendiri sedangkan selainnya butuh terhadap niat. Oleh karenanya ada hadits yg mengatakan “ Niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya “.
Asbabul wurud Hadits :
Ketika Rasul Saw tiba di Madinah untuk hijrah, beliau berkhutbah dengan hadits tersebut, karena beliau mengetahui ada seorang sahabat yang melakukan hijrah untuk menikahi seorang wanita yang bernama Muhajir Ummu Qois, maka Nabi Saw mengingatkannya dan semua sahabatnya akan pentingnya niyat di dalam berhijrah.
Rasulullah Saw menghkhususkan hijrah adalah تنبيها على الكل بالبعض (sebagai peringatan untuk keseluruhan dengan menggunakan kata khusus) atau istilah ushul fiqihnya خاص معموم (khusus namun umum jangkauannya).
Fiqhul Hadits :
Ada banyak faedah dan hikmah yang bisa di ambil dalam hadits tsb, di antaranhya :
- Sesungguhnya tidak ada amalan yang diterima kecuali berdasarkan niyat, misalnya tidak sah melakukan wudhu atau sholat jika tidak di awali dengan niatnya masing-masing.
- Sesungguhnya manusia diberi pahala dan siksa menurut niyatnya, jika niyatnya baik, maka amalnya baik. Jika niyatnya buruk maka amalnya buruk walaupun bentuknya baik.
- Segala perbuatan manusia terdiri dari tiga bagian yaitu; keta’atan, kema’shiatan dan perkara mubah.
Pertama:
Kema’shiatan ; Perbuatan maksyiat tidak bisa dirubah sama sekali dengan niyat baik. Seperti seseorang yang mencuri harta orang lain dengan niat untuk disedahkan ke faqir miskin, maka ini hukumnya tetap dosa dan haram. Atau membangun masjid dengan biaya dari hasil riba atau berangkat haji dengan biaya hasil korupsi, maka ini semua hukumnya haram dan berdosa karena itu perbuatan maksyiat dan tidak bisa dirubah dengan niat baik. Maka apa yg sering kita dengar dari saudara kita yang melakukan perbuatan maksyiat tapi dia berasalan “ Yang penting niatnya baik “, misalnya tidak memakai kerudung dengan niat beradaptasi dengan warga yg ada dilingkungannya yg tdk memakai kerudung, maka ini adalah suatu kesalahan. Atau duduk bersama teman-temannya yang sedang menggunjing orang lain dengan niatan idkhoolus surur (supaya menyenangkan hati teman), walaupun idkholus surur itu merupakan ibadah yg baik maka ia tetap berdosa karena ia telah salah meletakkan niat. Bahkan orang yang seperti ini mendapatkan dua dosa karena niatnya yang baik dengan perbuatan buruk merupakan satu keburukan lainnya. Dan jika ia sudah mengetahui hal ini, maka ia berarti sengaja menentang syare’at dan jika ia tidak mengetahui hal ini, maka ia berdosa sebab ketidaktahuannya. Karena menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setriap oran Islam. Dari sinilah pentingnya belajar ilmu karena segala bentuk kebaikan dan keburukan bisa diketahui dengan syare’at. Maka orang bodoh sudah pasti steiap waktunya condong menuju kesetan dan kehancuran.
Oleh karena itu Sahl At-Tusturi Rh berkata “ Tidak ada maksyiat kpd Allah yg lebih besar daripada kebodohan. Kemudian seseorg bertanya “ Wahai Abu Muhammad, apakah engkau mengetahui sesautu yang lebih berbahaya daripada kebodohan ? beliau menjawab “ Ya ada yaitu bodoh dengan kebodohannya “.
Nabi Saw bersabda “ Orang bodoh tidak ditoleran atas kebodohannya dan tidaklah halal orang bodoh berdiam atas kebodohannya dan tidaklah halal orang alim berdiam atas ilmunya “.
Kedua :
Keta’atan ; segala perbuatan ta’at berkaitan dengan niat di dalam kebsahan dan kelipatan pahalanya. Misalnya ia berbuat ta’at dengan niat karena Allah Swt bukan karena riya (pamer) untuk org lain maka keta’atannya diterima oleh Allah Swt dan sebaliknya jika niat riya maka keta’atannya akan berubah menjadi maksyiat.
Dan jika di dalm satu kebaikan atau keta’atan memungkinkan untuk mendapatkan pahala yang berlipat jika niat baiknya di perbanyak, misalnya duduk di masjid, dari duduk di masjid ini kita bisa memperoleh pahala yg banyak dan berlipat dengan niat :
1. Berkeyakinan masjid adalah rumah Allah, maka org yang masuk ke dalamnya adalah pengunjung atau tamu Allah. Maka dia berniat mengunjungi Allah Swt. Nabi Saw telah menjanjikan org yg niat bertamu ke rumah Allah dalam sabdanya “ Barangsiapa yg duduk di masjid maka ia berarti telah ziarah ke Allah Swt, maka berhak bagi yg diziarahi memuliakan tamunya “.
2. Menunggu sholat, maka duduknya di masjid ditulis sholat oleh Allah Swt.
3. Menghindari anggota tubuh dari perbuatan dosa
4. Memfokuskan pikiran untuk Allah dan bertafakkur tentang nikmat Allah.
5. Untuk berdzikir kpd Allah Swt atau untuk mendngarkan dzikir. Nabi Saw bersabda “ Barangsiapa yang berangkat ke masjid untuk berdzikir kpd Allah Swt atau untuk mendengarkan dzikir, maka ia seperti mujahid di jalan Allah “.
6. Niat mendapat faedah ilmu dgn amar makruf nahi munkar, karena di dalam masjid terkadang ada orang yang salah dalam sholatnya atau ada org yang melakukan kesalahan, maka dia member petunjuk kepdanya maka ia pun mendapat pahala yg berlipat, karena orang yg menunjukkan kebaikan pada orang lain seperti orang yg melakukannya.
7. Niat mencari teman untuk bersaudara kerena Allah
Dan seterusnya…
Ketiga :
Perkara Mubah ; bisa menjadi pahala atau qurbah (kedkatan kpd Allah) dengan niat yang baik atau bisa memperoleh pahala yg berlipat dengan niat baik yang banyak. Misalnya makan, ini adalah hal mubah dan bisa mndpat pahala dgnnya jika diniatkan dengan niat yang baik, misalnya melaksanakan perintah Allah dan supaya kuat dalam beribadah.
Masih banyak lagi yang saya ingin jabarkan berkenaan dengan hadits niat ini, namun saya rasa yg sedikit ini bisa menambah ilmu dan wawasan bagi diri saya pribadi khususnya dan bagi ihkwan fillah di group ini umumnya. Apa bila ada kesalahan di dalam penjelasannya, maka saya mohon dibenarkan. Wallahu a’lam bish showab..
(Ibnu Abdillah Al-Katibiy)