Saya masih percaya tidak percaya bahwa semudah itu Densus 88 menyergap pelaku Teror Solo dalam 3 minggu terakhir ini. Begitu ada instruksi dari Presiden dini hari sebelumnya, malamnya Densus 88 berhasil menembak mati 2 pelaku terror dan menangkap seorang lagi. Terasa seperti cepat dan mudah melakukannya.
Bukan maksud ingin memprovokasi massa, bukannya ingin memakai teori konpirasi dan bukannya ingin ngotot berpendapat bahwa terror Solo berhubungan dengan politik, tetapi proses penyelesaian “Teroris Solo” ini seharusnya betul-betul jelas dan masuk akal sehingga tidak akan menimbulkan banyak tanda-tanya dipikiran masyarakat.
Dan inilah tanda-tanya besar saya :
- Pelaku teror Solo diberitakan berusia 19 tahun dan pernah mendapat pelatihan oleh jaringan teroris di Philipina. Sehari sebelumnya diberitakan bahwa pelaku teror adalah orang yang terlatih. Dengan umur yang baru 19tahun bagaimana mungkin seseorang bisa menjadi terlatih atau sejak umur berapa orang tersebut dilatih sehingga mampu bisa menjadi seorang eksekutor.
- Logikanya seorang/kelompok yang melakukan kejahatan di suatu daerah pasti sudah berusaha menghilangkan jejak, menyingkir jauh dari lokasi atau bersembunyi di tempat yang sangat sulit ditemui. (berita resminya, pelaku sedang mencari makan malam dan berpapasan dengan team Densus 88 sehingga terjadi baku tembak). Ini sungguh tidak masuk akal dan terlalu mudah untuk proses penyelesaian masalah terorisme.
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri juga saat ini juga masih minim. Tulisan sebelumnya saya menduga kuat adanya unsur teror politik dibalik Teror Solo. Teror politik ini pada tulisan sebelumnya belum saya simpulkan apakah betul-betul kea rah Pilgub DKI atau bukan. Tapi saat ini timbul lagi pemikiran yang lain, apakah Teror Solo ini berhubungan atau merupakan isyu pengalihan dari Kasus Korupsi Simulator SIM di tubuh Polri dimana kredibilitas Polri sungguh jatuh di Masyarakat dan adanya keberhasilan Densus 88 dengan cepat membungkam Teroris dapat menyelamatkan nama besar Polri?
Dan Solo adalah tempat yang sangat tepat untuk isyu pengalihan. Dengan “meledaknya” terror di Solo mayoritas masyarakat akan menduga kuat itu teror politik untuk pilgub DKI bukannya berpikir kearah isyu pengalihan yang lainnya.
Mudah-mudahan pendapat saya ini salah. Dan memang hanya merupakan analisa pribadi yang dangkal dan tidak disertai bukti-bukti sama sekali.
Semoga benar kejadiannya bahwa pelaku teror Solo adalah teroris seperti yang disebut Polri dan Teror Solo sudah berakhir. Pilgub DKI pun tidak dihubung-hubungkan lagi. Amin.
Semoga Indonesia menjadi lebih baik lagi.
sumber Kompassiana.com